BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pemilihan judul
dalam suatu makalah adalah sangat penting karena dari situlah kita dapat
mengetahui apa yang sebenarnya di rangkum dalam sebuah makalah.
Alasan saya
memilih judul “Resume Hukum Perdata tentang Pembuktian dan Daluarsa” karena
materi ini merupakan materi yang cukup penting diantara materi yang lain dan
karena ini juga merupakan tugas dalam mata kuliah hukum perdata.
Latar
belakangnya adalah mengenai tentang tingkahlaku yang dilakukan oleh manusia,
yang salah satunya berhubungan dengan yang namanya perikatan dan daluarsa yang
terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau yang sering disebut
dengan BW.
Pembuktian dan
Daluarsa merupakan salah satu contoh yang sering terjadi didalam kehidupan
manusia sehari-hari, dalam bernegara bahkan Dunia. Didalam makalah ini terdapat
penjelasan-penjelasan mengenai pengertian Pembuktian dan Daluarsa, serta
apasaja yang termasuk dan berhubungan dengan Pembuktian dan Daluarsa.
Pembuatan
makalah ini sendiri dilakukan melalui pencampuran sumber yang berasal dari
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan beberapa buku panduan serta pemikiran
penulis itu sendiri.
Makalah ini
mempunyai tujuan yang jelas yaitu, untuk meningkatkan ilmu serta pengetahuan
terutama dalam perkulian Hukum Perdata, yang pastinya pembaca dapat memahami
dengan sistematis tentang apa yang sudah di jabarkan didalam makalah ini.
Sistematika
penulisannya pun beragam yang pertama terdiri dari bab I yaitu pendahuluan yang
terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan
dan sistematika penulisan, yang kedua yaitu Bab II mengenai pengertian
pembuktian pada umumnya dan daluwarsa. Dan yang terakhir bab III mengenai
kesimpulan-kesimpulan dari makalah ini dan saran-saran yang ditujukan untuk
membangun karakter penulis agas bisa lebih maju dalam berkarya.
B.
TUJUAN PENULISAN
Tujuan
penulisan makalah ini yaitu untuk melatih mahasiswa khususnya saya pribadi agar
bisa menulis dengan baik dan untuk memenuhi tugas makalah pada mata kuliah
hukum perdata.
C.
SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika
penulisan makalah ini terdiri dari lV bab yaitu yang pertama bab l pendahuluan
meliputi latar belakang penulisan, tujuan penulisan dan sistematika penulisan,
pada bab ll pembahasan meliputi pembahasan pengertian pembuktian dan
macam-macam pembuktian, pada bab lll pembahasan meliputi pembahsan Pengertian
daluarsa dan hal-hal yang dapat mencegah dan menangguhkan daluarsa dan
sebagainya, dan bab lV penutup mengenai
kesimpulan-kesimpulan dari makalah ini dan saran-saran yang ditujukan untuk
membangun karakter penulis agas bisa lebih maju dalam berkarya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PEMBUKTIAN PADA UMUMNYA
Menurut pasal
1865 KUH Perdata pembuktian pada umumnya setiap orang yang mengaku mempunyai
suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk
membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian
yang dikemukakan itu.[1]
Pada pasal 1866
KUH Perdata menjelaskan tentang alat pembuktian, meliputi:
a.
Bukti
tertulis;
b.
Bukti
saksi;
c.
Persangkaan;
d.
Pengakuan;
e.
Dan
sumpah.[2]
a.
Alat bukti tertulis
Alat bukti
tertulis pada pasal 1866 KUH Perdata, sebagai alat bukti dalam urutan pertama,
ada juga yang menyebutkan alat bukti surat. Hal ini sesuai dengan kenyataan
jenis surat atau akta dalam perkara perdata, memegang peran yang penting. Semua
kegiatan yang menyangkut bidang perdata, sengaja dicatat dan dituliskan dalam
surat atau akta.[3]
Surat-surat
akte dapat dibagi lagi ats surat-surat akte resmi(authentiek) dan surat-surat
akte di bawah tanganonderhands).[4]
Surat akte
resmi ialah suatu akte yang dibuat oleh
atau di hadapan seorang pejabat umum yang menurut undang-undang ditugaskan
untuk membuat surat-surat akte tersebut. Pejabat umum yang dimaksudkan itu
ialah notaris, hakim, jurusita pada suatu pengadilan, pegawai pencatatan sipil
(ambtenaar burgerlijke stand) dan sebagainya.
Suatu akte di
bawah tangan ialah tiap akte
yang tidak dibuat oleh atau dengan perantaraan seorang pejabat umum. Misalnya,
surat perjanjian jual beli atau sewa menyewa yang dibuat sendiri dan ditanda
tangani sendiri oleh kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian itu. Jika
pihak yang menandatangani surat perjanjian itu mengakui atau tidak menyangkal
tanda tanganya, yang berati ia mengakui atau tidak menyangkal kebenaran apa
yang tertulis dalam surat perjanjian itu, maka akte di bwah tangan tersebut
memperoleh suatu kekuatan pembuktian yang sama dengan akte resmi.
b.
Alat bukti saksi
Alat bukti
saksi seperti yang dijelaskan pada KUH Perdata pasal 1895 yaitu pembuktian
dengan saksi-saksi diperkenankan dalam segala hal yang tidak dikecualikan oleh
undang-undang.[5]
Sesudah
pembuktian dengan tulisan, pembuktian dengan kesaksian merupakan cara
pembuktian yang terpenting dalam suatu perkara yang diperiksa di depan hakim.
Suatu kesaksian , harus mengenai peristiwa-peristiwa yang dilihat dengan mata
sendiri atau yang dialami sendiri oleh seorang saksi. Jadi tidak boleh saksi
itu hanya mendengar saja tentang adanya peristiwa dari orang lain. Selanjutnya
tidak boleh pula keterangan saksi itu merupakan kesimpulan-kesimpulan yang
ditariknya sendiri dari peristiwa yang dilihat atau dialaminya, karena hakimlah
yang berhak menarik kesimpulan-kesimpulan itu.
Kesaksian
bukanlah suatu alat pembuktian yang sempurna dan mengikat hakim, tetapi
terserah hakim untuk menerimanya atau tidak. Artinya, hakim leluasa untuk
mempercayai atau tidak mempercayai keterangan seorang saksi.[6]
c.
Alat bukti persangkaan
Alat bukti
persangkaan seperti yang dijelaskan pada KUH Perdata pasal 1915 yaitu persangkaan
ialah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditarik dari suatu
peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui
umum.[7]
Menurut prof
Subekti, persangkaan ialah suatu kesimpulan yang diambil dari suatu
peristiwa yang sudah terang dan nyata. Dari peristiwa yang terang dan nyata
ini ditarik kesimpulan bahwa suatu peristiwa lain yang harus dibuktikan juga
telah terjadi.
Dalam hukum
pembuktian, ada dua macam persangkaan, yaitu persangkaan yang ditetapkan oleh
undang-undang sendiri (wattelijk vermoeden) dan persangkaan yang ditetapkan
oleh hakim (rechtelijk vermoeden).[8]
d.
Alat bukti pengakuan
Pengakuan yang
bernilai alat buktimenurut pasal 1923 KUH Perdata memiliki pengertian
pernyataan atau keterangan yang dikemukakan salah satu pihak kepada pihak lain
dalam proses pemeriksaan suatu perkara, pernyataan atau keterangan itu
dilakukan di muka hakim atau dalam sidang pengadilan, keterang itu merupakan
pengakuan (bekentenis, confession), bahwa apa yang didalilkan atau yang
dikemukakan pihak lawan benar untuk keseluruhan atau sebagian.[9]
e.
Alat bukti sumpah
Alat bukti
sumpah merupakan alat bukti yang terakhir yang dijelaskan dalam pasal 1866 KUH
Perdata. Dalam pasal 1929 KUH Perdata ada dua macam sumpah di hadapan hakim:
1.
Sumpah
yang diperintahkan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain untuk pemutusan
suatu perkara; sumpah itu disebut sumpah pemutus;
2.
Sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena
jabatannya kepada salah satu pihak.[10]
Pengertian
sumpah sebagai alat bukti, adalah suatu keterangan atau pernyataan yang
dikuatkan atas nama Tuhan, dengan tujuan:
·
Agar
orang yang bersumpah dalam memberi keterangan atau pernyataan itu, takut ats
murka Tuhan, apabila dia berbohong;
·
Takut
kepada murka atau hukuman Tuhan, dianggap sebagai daya pendorong bagi yang
bersumpah untuk menerangkan yang sebenarnya. [11]
B.
DALUWARSA (verjaring) PADA UMUMNYA
Daluwarsa atau
lewat waktu menurut pasal 1946 KUH Perdata ialah suatu sarana hukum
untuk memperoleh sesuatu atau suatu
alasan untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan
dengan terpenuhinya syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang. Kemudian
pada pasal 1967 KUH Perdata menjelaskan bahwa “semua tuntutan hukum,
baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan, hapus
karena lewat waktu dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, sedangkan orang
yang menunjuk adanya lewat waktu itu, tidak usah menunjukkan suatu alas hak,
dan terhadapnya tak dapat diajukan suatu tangkisan yang didasarkan pada itikad
buruk”.
Selanjutnya
pada pasal 1968 KUH Perdata, untuk para ahli dan pengajar dalam
bidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan, tuntutan para penguasa rumah
penginapan dan rumah makan, tuntutan para buruh yang upahnya harus dibayar
dalam bentuk uang tiap-tiap kali lewat waktu yang kurang dari satu triwulan
untuk mendapatkan upah mereka serta jumlah kenaikan upah itu, semua
tuntutan ini lewat waktu dengan lewatnya waktu satu tahun.
Selanjutnya
pada pasal 1969 KUH Perdata, tuntutan para dokter dan ahli obat-obatan,tuntutan
para jurusita, tuntutan para pengelola sekolah berasrama, tuntutan para buruh
kecuali mereka yang dimaksudkan dalam pasal 1968, semua tuntutan ini
lewat waktu dengan lewatmya waktu dua tahun.
Selanjutnya pada
pasal 1970 KUH Perdata, tuntutan para advokat dan pengacara, hapus
karena lewat waktu dengan lewatnta waktu dua tahun, terhitung
sejak hari diputuskannya perkara, hari tercapainya perdamaian antara
pihak-pihak yang berperkara, atau hari dicabutnya kuasa pengacara itu, mengenai
hal perkara yang tidak selesai, tak dapatlah mereka menuntut pembayaran
persekot dan jasa yang telah ditunggak lebih dari sepuluh tahun. Kemudian
tuntutan para notaris untuk persekot dan upah mereka, lewat waktu juga dengan
lewatnya waktu dua tahun, terhitung sejak hari dibuatnya akta yang
bersangkutan.
Selanjutnya pada
pasal 1971 KUH Perdata, tuntutan para tukang kayu, tukang batu, dan
tukang lainnya, tuntutan para pengusaha toko, hapus karena
lewat waktu dengan lewatnya waktu lima tahun.[12]
Ø Ada dua macam Daluarsa atau Verjaring :
1. Acquisitieve Verjaring
2. Extinctieve Verjaring
a.1 Acquisitieve Verjaring
Acquisitieve
verjaring adalah lewat waktu sebagai cara memperoleh hak milik atas suatu benda.
Ø Syarat adanya daluwarsa ini harus ada itikad baik dari pihak yang
menguasai benda tersebut.
Seperti dalam pasal 1963 KUH Perdata:
“ Siapa yang dengan itikad baik, dan berdasarkan suatu alas hak
yang sah, memperoleh suatu benda tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang
lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk, memperoleh hak milik atasnya dengan
jalan daluarsa , dengan suatu penguasaan selama dua puluh tahun “.
“ Siapa yang dengan itikad baik menguasainya selama tiga puluh
tahun, memperoleh hak milik dengan tidak dapat dipaksa untuk mempertunjukkan
alas haknya”.
Seorang
bezitter yang jujur atas suatu benda ynag tidak bergerak lama kelamaan dapat
memperoleh hak milik atas benda tersebut. Dan apabila ia bisa menunjukkan suatu
title yang sah, maka dengan daluarsa dua puluh tahun sejak mulai menguasai
benda tersebut.
Misalnya : Nisa
menguasai tanah perkarangan tanpa adanya title yang sah selama 30 tahun. Selama
waktu itu tidak ada gangguan dari pihak ketiga, maka demi hukum, tanah
pekarangan itu menjadi miliknya dan tanpa dipertanyakannya alas hukum tersebut.
b.2 Extinctieve
Verjaring
Extinctieve
verjaring adalah seseorang dapat dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan
hukum. Oleh undang-undang ditetapkan, bahwa dengan lewatnya waktu tiga puluh
tahun, setiap orang dibebaskan dari semua penagihan atau tuntutan hukum. Ini
berarti, bila seseorang digugat untuk mebayar suatu hutang yang sudah lebih
dari tiga puluh tahun lamanya, ia dapat menolak gugatan itu dengan hanya
mengajukan bahwa ia selama tiga puluh tahun belum pernah menerima tuntutan atau
gugatan itu.[13]
Misalnya : Dheya telah meminjam uang kepada
Syamsul sebesar Rp.10.000.000,00 . Dalam jangka waktu 30 tahun, uang itu tidak
ditagih oleh Syamsul, maka berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, maka Dheya
dibebaskan untuk membayar utangnya kepada Syamsul.
Ø Pelepasan lewat waktu seperti apa yang dijelaskan dalam pasal 1948
KUH Perdata yaitu pelepasan lewat waktu dapat dilakukan secara tegas atau
secara diam-diam. Pelepasan secara diam-diam disimpulkan dari suatu perbuatan
yang menimbulkan dugaan bahwa seseorang tidak hendak menggunakan suatu hak yang
telah diperolehnya.
Pelepasan Daluarsa dibagi menjadi 2, yaitu :
Dilakukan secara Tegas
Seseorang yang melakukan perikatan tidak diperkenankan melepaskan
Daluarsa sebelum tiba waktunya, namun apabila ia telah memenuhi syarat-syarat
yang ditentuka dan waktu yang telah ditentukan pula, maka ia berhak melepaskan
Daluarsanya.
Dilakukan secara Diam-diam
Pelepasan yang dilakukan secara diam-diam ini terjadi karena si
pemegang Daluarsa tidak ingin mempergunakan haknya dalam sebuah perikatan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa:
v Dari pasal 1957 KUH Perdata bahwa jika seseorang ingin menambah dan
memperpanjang waktu daluarsa dapat dilakukan apabila ia masih berkuasa atas
kepemilikan benda tersebut terhitung dari waktu orang sebelumnya yang menguasai
benda tersebut hingga dia sekarang, itu tidak menilai bagaimana orang tersebut
mendapatkan benda itu baik melalui cuma-cuma atau dengan beban.
Dalam pasal
1959 mengandung arti bahwa orang yang menyewa, menyimpan dan sebagainya barang
milik orang lain tidak dapat memperoleh kepemilikan barang tersebut dengan
jalan daluarasa, meskipun dengn lewat waktu berapa lamanya, tidak akan
mempengaruhi sedikitpun. Orang-orang yang menyewa, menyimpan dan sebagainya
dapat memperoleh hak milik dengan jalan daluarsa dengan syarat hak penguasaan
telah berganti dari orang sebelumnya sebelum dia.
Orang dapat
memindahkan hak milik barang yang disewakan, digadaikan dan sebagainya dengan
jalan daluarasa dengan syarat apabila orang yang mempunyai benda tersebut telah
menyerahkan hak kepemilikan kepada penyewa dan lain sebagainya dan si penyewa
dapat memiliki hak atas benda tersebut. Daluarsa dihitung dengan hari bukan jam
dan daluarsa dapat diperoleh apabila hari terakhir dari jangka waktu yang telah
ditentukan telah lewat.
v Daluarsa dipandang sebagai alat untuk memperolah sesuatu
Seseorang yang dengan itikad baik memperoleh atau mendapatkan suatu
benda tidak bergerak, bunga dan sebagainya, memiliki benda tersebut selam tiga
puluh tahun tanpa ada pihak yang lain yang nenggangu kenikmatannya, maka ia
adalah pemilik sah atas barang-barang tersebut tanpa harus menunjukan alas
haknya, yang sesuai dengan pasal 1963 KUH Peradata.
Dalam proses
daluarsa itikad baik harus selalu ada pada setiap orang yang ingin memperoleh
hak milik sedangkan orang yang menunjukkan bahwa ia tidak beritikas baik maka
ia harus membuktikan bahwa dia bisa beritikad baik. Itikad baik cukup dilakukan
pada waktu denda itu belum berpindah hak milik hanya berpindah hak miliknya
pada dirinya.
v Daluarsa dipandang sebagai alat untuk dibebaskan dari kewajiban
Segala tuntutan hukum hapus karena daluarsa, sedangkan dalam
peradilan tidaklan seseorang menunjukkan pada persidangan bahwa adanya
pengadilan karena haknya sia-sia saja, hal itu tidak di karenakan daluarsa
tidak dapat di ganggu gugat tetapi sudah tercantum daluwarsanya masing-masing
berdasarkan KUH Perdata.
Kemudian dapat
pula disimpulkan bahwa:
Tujuan Lembaga Daluarsa :
1. Untuk melindungi kepentingan masyarakat.
2. Untuk melindungi pemegang daluwarsa atau si berhutang dengan
jalan mengamankannya terhadap tututan yang sudah kuno.
B. kritik dan saran
Dalam tahap
belajar, tentunya saya pribadi masih memiliki banyak kekurangan atau kekeliruan
bahkan kesalahan yang tentunya bisa lebih baik dengan adanya kritik dan saran yang
membangun oleh dosen dan mahasiswa/i yang membaca makalah saya ini.
Terima kasih. .
.
DAFTAR PUSTAKA
Harahap, M. Yahya.
Hukum acara perdata. Jakarta: Sinar
Grafika.
Subekti, R. Pokok-pokok
hukum perdata. Jakarta:
Intermasa
Soimin, Soedharyo. Kitab
undang-undang hukum perdata.
Jakarta: Sinar Grafika.
[1] KUH
Perdata, Soedharyo Soimin, SH, hlm, 463.
[2] KUH
Perdata, Soedharyo Soimin, SH, hlm, 463.
[3] M. Yahya
harahap, SH. Hukum acara perdata, hlm, 556-557.
[4] Prof.
Subekti, S.H. pokok-pokok hukum perdata, hlm, 178.
[5] KUH
Perdata, Soedharyo soimin, S.H. hlm, 469.
[6] Prof.
Subekti, S.H. pokok-pokok dalam hukum perdata, hlm, 180-181.
[7] KUH
Perdata, Soedharyo soimin, S.H. hlm, 472.
[8] Prof.
Subekti, S.H. pokok-pokok hukum perdata, hlm, 182.
[9] M. Yahya
harahap, S.H. Hukum acara perdata, hlm, 722.
[10] KUH
Perdata, Soedharyo soimin, hlm, 475.
[11] M.
Yahya harahap, S.H. Hukum acara perdata, hlm, 745.
[12] KUH
Perdata, Soedharyo Soimin, hlm, 478-482.
[13]Prof.
Subekti, S.H. pokok-pokok hukum perdata, hlm, 186-187.
Mf prof, sy mau nanya karena ayah sy ada masalah karena di permasalahkan oleh kades dn perangkatnya, ayah sy punya sebidang tanah yg terkena tol, tapi haknya diminta desa 70 persen, ayah sy 30 persen namun sampai sekarang belum deal karena ayah sy mempertahankan haknya dg alasan penguasaan sdh 22 th, ada pethok D, ada sppt, dn segel + kwitansi dr pihak penggarap pd saat itu, sdgkn desa blm mau menanda tangani usulan berkas pencairan ke bpn, mhn solusiny
BalasHapusmohon maaf kalo ada salah kata alangke baiknya di perbaiki.
Hapusmenurut saya ya pak, jika bpk tdk terima mendaptkan 30% mohon di urus aja pak di pengadilan atau bpk bisa lapor ke pihak yg berwajib biar tidak ada kesalahpahaman, dan mereka bisa dituntut kan blom ada perjanjian dan pencairan uang.
trimkasi pak